Rabu, 25 Februari 2009

Sejarah Bekasi I: Pulasari hingga Tarumanegara

Nah, sebelum kita membahas detail mengenai kebudayaan masyarakat Bekasi, tidak ada salahnya kan kita longok terlebih dahulu sejarah perkembangan Bekasi... dari zaman Bekasi masih daerah rawa-rawa tiada bertuan di zaman baheula dulu, sampe sekarang ini saat gugusan rawa-rawa telah disulap jadi perumahan sambung-menyambung tiada akhir...

Cerita berikut dicukil dari bukunya Saleh Danasasmita yang judulnya Sejarah Bogor bagian I (1983). Biar judulnya Bogor, ada lho yang nyinggung-nyinggung Bekasi. Terus, untuk tambahan, ada juga dari buku Nusantara: Sejarah Indonesia karya Bernard HM Vlekke (aslinya tahun 1961, terjemahannya dari tahun 2008).

Ga usah lama-lama perkenalannya, ayo mulai dongengnya...

Yuk...

Syahdan sang empunya cerita turun-temurun menyatakan, Bekasi itu berasal dari kata "Candrabhaga". Yang bertanggung jawab atas tertuturnya kisah ini sampai ke mata kita adalah seorang sejarawan besar Indonesia, Poerbatjaraka yang mengarang buku Riwayat Indonesia I. Tuturnya, kata "candrabhaga" ini tersusun atas kata "candra" yang berarti bulan, dan "bhaga" yang berarti bagian. Jadi, secara etimologis, candrabhaga berarti bagian dari bulan, bukan bulan bahagia yang sering kita dengar.

Nah, dalam bahasa Jawa Kuno, kata "chandra" ini punya padanan lain, yaitu "sasi", sehingga "candrabhaga" dapat pula diatakan Sasibhaga atau Bhagasasi. Pengucapan kedua kata itu sering disingkat menjadi Bhagasi, yang lambat laun, pelafalannya disederhanakan menjadi Bekasi hingga kini.

Candrabhaga sendiri ditengarai sebagai pusat pemerintahan kerajaan Tarumanegara, yang konon berada di tepian sungai. Bisik-bisik nenek moyang, Sungai Citarum yang membelah Bekasi dipercaya sebagai sungai tersebut, berdasarkan asal katanya, ci (air) dan tarum, kependekan dari Tarumanegara (yang berarti negara tarum)

Bersiaplah wahai hadirin dan hadirat, karena mulai saat ini, kita beralih pada kisah pembentukan masyarakat Bekasi...

Syahdan, kehidupan masyarakat Sunda pertama di pesisir barat ujung pulau Jawa ditandai oleh keberadaan Dukuh Pulasari Pandeglang. Pimpinannya adalah seorang kepala suku bernama Aki Tirem Sang Aki Luhur Mulya. Nah, menurut naskah kuno Pangeran Wangsakerta yang memuat kabar ini, sang aki dulunya adalah seorang pendekar alias jawara yang membebaskan daerah itu dari serangan perompak. Jadi, sebelum keberadaan dukuh itu pun, telah ada masyarakat yang menghuni wilayah pesisir barat Pulau Jawa. Dan karena ada perompak yang mau-maunya menyatroni daerah itu, minimal ada laaahhhh penghasilan daerah itu yang bisa diandalkan. Bicara soal penghasilan tempat itu terkenal sampai terjual sampai ke luar negeri mungkin masih terlalu dini, apalagi sampai berpikiran dukuh itu jadi kota pelabuhan segala... tapi kalau soal hubungan dagang dengan wilayah lain sih, masih mungkin... (sekali lagi yang terakhir ini cuma praduga yang kemungkinannya sangat tipis...tapi soal si aki itu beneran lho...)

Oke,oke, jadi intinya sejak sebelum zaman si Aki, Bekasi sudah berpenghuni. Nah, kapankah itu?

Sejarawan Sagiman MD menyebut zaman Neolitikum, yakni sekitar 1500 SM, sebagai awal terbentuknya masyarakat di Bekasi. Bukti keberadaan mereka ditemukan di situs Buni, kecamatan Babelan, Bekasi. Jangan berpikiran mereka adalah Pithecanthropus yang terkenal itu. Orang-orang Indonesia zaman heubeul, termasuk sebagian kita, adalah keturunan imigran Asia yang disebut Proto dan Deutro-Melayu. Nah, kata Bernard HM Vlekke, antara zaman Pithecanthropus ama gelombang Deutro-Melayu ini ada senjang ribuan abad.

Nah, kembali pada Dukuh Pulasari. Berikutnya, pada abad ke-2 M, tatkala dukuh ini sudah berkembang, hadirlah pemain baru dalam lakon Legenda Bekasi ini. Ialah Dewawarman, menantu Aki Tirem yang datang dari India Selatan. Ia mendirikan Salakanegara alias Holoan, yang mencakup Bekasi, termasuk Jakarta, Bogor, dan sekitarnya. Pusatnya terletak di kaki Gunung Salak, Bogor, walau ada yang mengatakan di Condet.

Nah, asal si Dewawarman yang dari India Selatan, apalagi namanya yang asli Hindu banggeudh, mengindikasikan bahwa pada saat itu pun, pesisir Jawa Barat sduah mengadakan kontak dengan dunia luar. Mungkinkah ini sejalan dengan teori "ksatria" penyebaran Hindu yang kita pelajari waktu smp dulu? Bahwa si Dewawarman itu adalah vassal India yang kabur ke Indonesia? Vlekke menyebut teori ini agak sukar diterima, karena tak ada catatan ada raja India besar yang mencatat prestasi segemilang itu pada masa itu--kalau sampai ada vassal India sampai terusir dari negaranya, pastilah ada ekspansionisme besar-besaran dari raja diraja.

Ada pula hipotesis bahwa penyebaran Hindu berjalan sangggggaaaaaaat lambat. Beginilah singkatnya. Bermula dari pedagang India yang mulai berdagang di pesisir tanah Jawa. Tak sengaja, ia memperkenalkan konsep Hindu ke kepala suku setempat. Apalah yang diketahui seorang Waisya soal konsep Hindu yang rumit itu? Jadi paling-paling ia cuma memberi hadiah seni India nan indah itu pada para kepala suku, sebagai tanda kerjasama atau bahkan supaya usahanya tak terganggu. Kemudian kepala suku yang tertarik ini penasaran dengan asal seni-seni indah itu, dan ia pun menjalin kontak dengan India. Melihat pencapaian budaya India yang maju, ia jadi ingin mengadopsinya di daerahnya. Dan didatangkannyalah para brahmana...dan akhirnya, kepala duku ini pun mulai mengganti namanya dengan nama Hindu atau mengambil mantu orang India dan lahirlah kerajaan. Orang Indonesia zaman baheula (sampe sekarang sih...) kan ga serta-merta mengubah total kepercayaannya jika datang kepercayaan baru, jadi tidak ada alasan budaya & agama India tidak bisa diterima sama sekali.

Nah, jika kita percaya konsep ini, berarti hubungan dengan India ini dijalin dalam tempo yang saaaaaaaaaaaaaaaaaaaangggggggggggggaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaatttttttttttt lama. Jadi, bukan ga mungkin sejak sebelum Mulawarman bikin kenduri gede-gedean ampe bikin prasasti segala di Kutai (tahun 400 M), di Bekasi sudah ada kerajaan. Tambah lagi, perhatikan lagi deh. Ritmenya sama lho. Si Aki Tirem pendiri Pulasari yang jadi cikal Salakanegara, tapi namanya Indonesia. Dewawarman yang menantunya yang pake nama India. Di Kutai juga gitu. Raja yang disebut pertama Kudungga (nama Indonesia), tapi pendiri dinastinya Aswawarman (nama India). Tuuuuu kaaaaannn? Jadi, hipotesis yang terakhir itu bisa masuk akal.

Oh, oh, nama Dewawarman muncul di transkrip tertulis dari tahun 132 M lho. Tapi bukan dari Indonesia coz sampe saat ini, masa "sejarah" di Indonesia baru dimulai 400 M (inget kan pelajaran SMP kelas I...Kutai..Kutai...). Adalah laporan dari Cina yang menyebutkannya. Katanya, raja Tiao-pien dari Ye-tiao mengirim duta kepada kaisar untuk menyerahkan hadiah. Cina, sebagaimana maharaja zaman dulu, terbiasa menganggap hadiah dari raja kerajaan kecil sebagai upeti tanda takluk. Ini juga terjadi pada Sultan Agung tatkala menerima hadiah dari Batavia, jadi belum tentu Salakanegara jadi wilayah bawahan Cina sih, tapi damai aja deh... hehehe... Nah, Ye-tiao ini (katanya) adalah transkripsi Cina untuk Jawadwipa, sedangkan Tiao-pien adalah Dewawarman. Masalah Dewawarman ini sih agak menimbulkan perdebatan, tapi soal Jawadwipa-nya diterima luas.

Di luar konteks itu, intinya, Salakanegara adalah kerajaan pertama di Jawa, atau setidaknya jika bukan kerajaan, daerah berpemerintahan pertama di Jawa yang dikepalai orang India. Dan Salakanegara inilah yang menjadi cikal-bakal Tarumanegara.

Tarumanegara, kerajaan yang dibanggakan sebagai asal-usul Bekasi, adalah kerajaan penting di abad ke-5 Masehi. Dengan keberadaan sungai-sungainya, misalnya Citarum di timur, Ciaruteun dan Cisadane di barat, Ciliwung dan Kali Bekasi di tengah, tak heran Tarumanegara ini hidup berkat perdagangan. Bahkan ia menjalin kerjasama dengan Cina.

Nah, di masa Tarumanegara inilah adanya prasasti-prasasti yang terkenal itu. Bahkan legenda Candrabhaga juga dari masa ini.

Tarumanegara akhirnya runtuh sekitar abad ke-7 atau ke-8 M. Gara-garanya? Mmmm... katanya sih serangan Sriwijaya. Akan tetapi, keberadaan Tarumanegara masih tetap eksis meski samar hingga abad ke-10 M (mirip kayak Kediri deh... kan dah runtuh ama Arok, tapi masih adddaaaaa aja ampe jaman Kertajaya :) ...)

Karena perebutan ekuasaan di antara dua turunan penguasa, sebagaimana lazimnya urusan sengketa warisan, Tarumanegara pun pecah atas dua kerajaan Sunda: Galuh dan Pakuan.

Dan bagaimana nasib Bekasi, eh, Bhagasasi? mmm... oke, kita sambung edisi selanjutnya, ya... Di edisi depan, sumbernya dari buku Andi Sopandi yang judulnya Profil Budaya Masyarakat di Kota Bekasi (2005), tentang Sejarah Bekasi Masa Kerajaan.

Tunggu ya...



Rabu, 26 November 2008

Pengantin Bekasi

Pengantin Bekasi? Apa tuh?

Pengantin Sunda kan? Bukan? Kalau gitu pengantin Betawi? Pengantin Jawa--pasti nih, kan banyak orang Jawa di Bekasi... Kalau bukan juga, masa pengantin Barat atawa India? bisa juga sih, kan suka mejeng di Cikarang.

Bukan juga? Bukan semuanya?

Terus apa doooooonggggggg???????

.................................................................................................................................................................................................................................................

Mungkin banyak juga yang belum tahu, Bekasi yang sekuprit ini punya pengantin dengan ciri khas tersendiri. Dikatakan pengantin Sunda, bukan sama sekali. Pengantin Betawi, yah dibilang mirip memang mirip, tapi jelas ada ciri yang berbeda. Pengaruh Cina? Ada, dahulu kan banyak tauke Cina pegang saham tanah di Bekasi. Pengaruh Eropa jelas sangat memungkinkan untuk ada. Secara dari zaman baheula juga Bekasi sudah jadi melting pot, pengaruh mana-mana bercampur baur dalam satu kekhususan yang unik, tapi juga ditata apik.

Ini sejarah budaya Bekasi yang bicara, lho, jadi bukan bikinannya orang HARPI Melati.

Apa itu HARPI Melati? Saudara tirinya Harvey Malaiholo?

Ini bukan iklan sponsor. HARPI Melati, singkatan dari Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia "Melati" (HARPI itu singkatan jenis organisasinya, "Melati" itu nama yang diimbuhkan supaya cantik, gitu... kan Melati sangat identik dengan pengantin Indonesia dari berbagai suku...jadi bukan nama pelopornya dahulu...). Organisasi ini menaungi para perias pengantin, dalam suatu wilayah. Walau juga menaungi para perias pengantin modifikasi dan modern, sebenarnya HARPI ini wadah yang punya misi mulia memajukan tata rias tradisional.

Sama seperti strata kepengurusan organisasi pemerintahan, Harpi juga punya kepengurusan dari tingkat kabupaten/kotamadya hingga tingkat nasional, lho. Nah, yang kemarin lalu ini punya gawean Penggalian & Pembakuan Pengantin Bekasi ini adalah HARPI Melati Kabupaten Bekasi yang saat ini diketuai oleh Hj. Nurhaeti, S.Pd.I. Acara Pembakuan Tahap I diadakan tahun 2004, bekerja sama dengan Gabungan Organisasi Perempuan (GOP) Kabupaten Bekasi. Sedangkan Pembakuan Tahap II diadakan tahun 2007, bekerja sama dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Bekasi.

Penggalian ini berangkat dari kesadaran akan perlunya melestarikan warisan tradisi, ya tidak lain tidak bukan, adat pengantin Bekasi ini. Sekarang ini memang jarang sekali pengantin yang memakai adat Bekasi dalam hari agung pernikahannya. Sebagian besar ya memang karena bukan orang asli Bekasi--entah sensus aslinya berapa, tetapi mungkin sekali lebih dari 70 % persen penduduk Bekasi saat ini adalah warga pendatang, lebih malah, jika dihitung dengan keturunan campuran. Tapi memang di kalangan orang asli Bekasi sendiri, ada kecenderungan untuk meninggalkan warisan leluhur ini. Sebagian ya memang belum tahu, atau tidak tahu, dan sebagaimana layaknya masyarakat umum, lebih memilih adat Sunda, Jawa, atau bahkan gaya modern Barat atau India. Sebagian lagi mungkin menganggap ketinggalan zaman, kuno, bahkan norak.

Nah, sekarang ini kan memang ada trend untuk kembali mengenang masa lalu, melihat apa yang dibuat para leluhur kita, walau bukan dari zaman karuhunnya karuhun. Keren? Unik? Ya memang iya. Jadi, ayo kita lihat!!! Pengantin Bekasi...

Btw, tulisan selanjutnya diambil dari makalah orang aneh bernama Waridah Muthi'ah (yup, thatz me!!!!) yang aslinya dibuat untuk mata kuliah Kolokium Kria Tekstil yang diajar Bu Abe di Program Studi Kria Tekstil, Faultas Seni Rupa dan Desain ITB. Biar tu orang aneh, pikirannya kayak rute jalanan yang kusut dan belok-belok, tapi makalah ini faktual, lho. Judulnya "Eksplorasi Motif Tradisional 'Kembang Terate' pada Busana Pengantin Bekasi 'Kembang Gede', karena memang itulah kerjanya di Kria Tekstil--eksplorasi motif. Tapi yang dibahas di sini tidak akan sampai eksplorasi motif segala, judulnya kan Sosialisasi Pengantin Bekasi dan Upacara Adat, thok!

Sumber utama makalah tersebut adalah paper karya Nurhasan Ashari, "Upacara Adat dan Tata Rias Penganten Bekasi", yang menjadi pengantar Seminar & Lokakarya Penggalian Pengantin dan Upacara Adat Pengantin Bekasi, tahun 2004 lalu. Untuk teori pembentukan budaya masyarakat Bekasi diambil dari buku Andi Sopandi, "Profil Budaya Masyarakat di Kota Bekasi". Untuk memperkuat data, untuk teori pembentukan kebudayaan Bekasi pada khususnya, Sunda pada umumnya, diambil dari buku "Sejarah Bogor (bagian I)" karya Saleh Danasasmita.

Edisi revisi makalah ini menjadi pengantar pada acara Pembakuan Pengantin Bekasi Tingkat Kabupaten, diadakan di Balai Rakyat Pemda Kabupaten Bekasi di Delta Mas, Cikarang, pada 5 September 2007 lalu. Rencananya, Pembakuan ini akan diteruskan hingga ke tingkat nasional, dan makalah ini akan disempurnakan untuk diterbitkan dalam bentuk sebuah buku! Doakan ya....... ^v^

Ok, jadi, jangan kaget jika tiba-tiba postingan setelah ini bahasanya berubah. Ini edisi resmi makalah Pengantin Bekasi by Waridah Muthi'ah tentunya... yeeeaaahhh....